Sabtu, 17 Maret 2012

Perhitungan Akuntansi pada Modal Pokok dalam Akuntansi Syariah

Judul : Perhitungan Akuntansi pada Modal Pokok dalam Akuntansi Syariah
Mata Kuliah : Pengantar Akuntansi Syariah
Dosen : M. Mabruri Faozi, MA
Penyusun : Aisyah KS, Indriyani, M Rosihun A
Mepi 5 Semester 2 Kelompok 7 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Untuk memperoleh modal pokok, bank syariah dan bank konvensional pada dasarnya dalam penghimpunan dananya sama yakni dengan Dana Pihak Ketiga (instrument giro, tabungan dan deposito). Walau sama,  akan tetapi dalam mekanisme kerjanya berbeda.
Dalam fatwa DSN Nomor 1 Tahun 2000 tentang giro, telah disebutkan bahwa mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan prinsip syariah (prinsip mudharabah dan prinsip wadiah). Selain menjelaskan mengenai giro, pada fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000 juga disebutkan bahwa mekanisme tabungan yang dibenarkan adalah berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Serta pada fatwa DSN Nomor 3 telah dijelaskan bahwa mekanisme deposito yang dibenarkan adalah berdasarkan prinsip mudharabah.

B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah cara bank syariah menghimpun dana untuk modal pokoknya?
  2. Jelaskan mengenai tabungan!
  3. Jelaskan mengenai deposito!
  4. Jelaskan mengenai giro!



C.    Tujuan Masalah
1)      Untuk mengetahui bagaimana bagaimanakah cara bank syariah menghimpun dana untuk modal pokoknya.
2)      Untuk mengetahui tabungan yang dipakai di bank syariah baik tabungan mudharabah ataupun tabungan wadiah.
3)      Untuk mengetahui penjelasan mengenai deposito.
4)      Untuk mengetahui penjelasan mengenai giro.















BAB II
PEMBAHASAN

Untuk memperoleh modal pokok, bank syariah dalam menghimpun dananya yakni dengan Dana Pihak Ketiga. Yang dimaksud Dana Pihak Ketiga yakni meliputi tabungan, instrument giro, dan deposito. Walaupun cara menghimpun dananya sama seperti bank konvensional. Akan tetapi, dalam mekanisme kerjanya berbeda. Untuk lebih jelasnya lagi akan dijelaskan dibawah ini.
1.      Tabungan
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang sudah disepakati, akan tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang lainnya disebut dengan tabungan. Mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh fatwa DSN adalah mekanisme yang menggunakan prinsip mudharabah dan prinsip wadiah. Akan tetapi pada kenyataannya, bank-bank syariah yang ada di Indonesia kebanyakan menggunakan prinsip mudharabah. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
©      Akuntansi Tabungan Mudharabah
Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk lainnya menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya. [1]
Dalam transaksi tabungan mudharabah ada transaksi yang dapat menambah saldo tabungan mudharabah dan ada juga transaksi yang dapat mengurangi saldo tabungan mudharabah. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)      Transaksi Penambahan Tabungan Mudharabah
Dalam transaksi tabungan mudharabah ada beberapa transaksi yang dapat menambah saldo tabungan mudharabah. Transaksi-transaksinya yaitu seperti transfer dari bank lain ke rekening nasabah, penerimaan bagi hasil mudharabah ke rekening nasabah, setoran uang tunai nasabah, dan transfer dari kantor cabang lain ke rekening nasabah.
Adapun contoh kasusnya adalah sebagai berikut:
02 Sept 20XA
Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menerima setoran tunai pembukaan tabungan Mudharabah atas nama Indriyani sebesar Rp. 3.500.000
08 Sept 20XA
Indriyani menerima transfer dari nasabah BMS cabang Solo sebesar
Rp. 500.000.
17 Sept 20XA
Indriyani menerima kiriman dari nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) sebesar
Rp. 1.500.000.
31 Sept 20XA
Indriyani menerima bagi hasil tabungan mudharabah dari BMS sebesar
Rp. 20.000.


Jurnal untuk kasus tersebut adalah:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
02/09/XA
Db Kas
3.500.000


Kr Tab. Mudharabah-Indriyani

3.500.000
08/09/XA
Db RAK cabang Solo*
500.000


Kr Tab. Mudharabah-Indriyani

500.000
17/09/20XA
Db Giro pada Bank Indonesia
1.500.000


Kr Tab. Mudharabah-Indriyani

1.500.000
31/09/XA
Db Hak pihak ketiga atas bagi hasil
20.000


Kr Tab. Mudharabah-Indriyani

20.000

2)      Transaksi Pengurangan Tabungan Mudharabah
Selain dalam transaksi tabungan mudharabah dapat menambah saldo tabungan mudharabah. Ada juga transaksi-transaksi yang yang dapat mengurangi saldo tabungan mudharabah. Adapun transaksi-transaksi itu seperti transfer kepada nasabah bank lain, penarikan biaya administrasi tabungan, pajak, dan lainnya oleh bank, penarikan tunai oleh nasabah, serta transfer ke rekening lain pada bank yang sama.

2.      Deposito Mudharabah
Menurut Rizal Yaya, bahwa depisito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan hanya pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah (penyimpan) dengan bank syariah (Unit Usaha Syariah).[2] Perbedaannya dengan deposito konvensional adalah terlihat pada akad dan sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, tentang deposito mudharabah yaitu :[3]
·         Di sini nasabah disebut sebagai  pemilik dana atau shahibul maal dan bank disebut sebagai pengelola dana atau mudharib.
·         Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam bentuk tunai.
·         Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan tidak melenceng pada prinsip syariah dan mnembangkannya, rmasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
·         Bank menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya untuk menutupi biaya operasional deposito.
·         Bank tidak boleh mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
·         Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.

Ilustrasi Transaksi Terkait Deposito Mudharabah[4]

01 Sep 20XA
Bank Murni Syariah (BMS) menerima setoran atas nama Bunda Dolly            Rp. 5.000.000 sebagai investasi deposito mudharabah untuk jangka waktu satu bulan dengan nisbah 60% untuk nasabah dan 40% untuk BMS.
30 Sep 20XA
Berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan, bagi hasil yang akan dibayar untuk kelompok deposito mudharabah adalah sebesar Rp. 15.000.000.
4 Okt 20XA
Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah kepada Bunda Dolly sebesar Rp. 40.000 dan artas pembayaran tersebut dipotong pajak sebesar 20%. Pembayaran bagi hasil dilakukan ke rekening  tabungan mudharabah atas nama pemilik yang sama*.
5 Okt 20XA
Bunda Dolly mencairkan deposito mudharabah. Pencairan dilakukan secara tunai.
*Dalam praktik perbankan, bagi hasil deposito dapat dibayarkan ke berbagai rekening sesuai permintaan nasabah deposito, antara lain ke tabungan mudaharabah, giro wadiah, penambah saldo deposito, periode berikut atau rekening nasabah di bank yang lain.

Jurnal untuk transaksi kasus di atas

Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
01/09/XA
Db kas
5.000.000


Kr Deposito mudharabah–Bunda Dolly

5.000.000
30/09/XA
Hak pihak  ke-3 atas bagi ahsil-deposito mudharabah*
15.000.000


Kr bagi hasil belum dibagikan-deposito

15.000.000
04/09/XA
Db bagi hasil belum dibagikan-deposito
40.000


Kr Tabungan mudharabah-Bunda Dolly**

32.000

Kr Titipan kas negara-pajak deposito

8.000
05/09/XA
Db Deposito mudharabah-Bunda Dolly
5.000.000


Kr Kas

5.000.000
*Hak pihak ke-3 atas bagi hasil dicadangkan sebagai beban yang masih harus dibayar setiap bulan. Besar pencadangan ini mempunyai dua alternative. Pertama, dicadangkan sebesar total bagi hasil yang akan dibayarkan selam satu bulan penuh pada bulan jatuh tempo. Kedua, dicadangkan sebagai porsi bagi hasil yang hanya menjadi beban pada akhir bulan pencatatan. Kemudian saat pembayaran bagi hasil pada saat jatuh tempo, mengakui adanya tambahan hak pihak ke-3 (biaya bagi hasil).
**Terdapat sedikit perbedaan dalam mekanisme penyaluran bagi hasil tabungan bagi hasil deposito. Pada tabungan, bank memasukkan semua bagi hasil untuk tabungan terlebih dahulu sebelum memotong pajak PPh Pasal 4(2) agar nasabah dapat melihat besar masing-masing bagi hasil dan pajak,. Adapun bagi hasil deposito yang disalurkan kepada nasabah bersifat neto karena sudah dipotong langsung.

3.       Giro
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan (Rizal Yaya, dkk., 2009:107). Jenis giro dalam perbankan syariah terbagai menjadi dua, yaitu giro wadiah dan giro mudharabah, namun yang lebih umum digunakan adalah giro wadiah.

Ø  Giro Wadiah
Giro wadiah memiliki karakteristik yang telah di fatwakan oleh DSN, yaitu sebagai berikut:
a.       Bersifat titipan.
b.      Dalam akadnya, penitip dana mengizinkan kepada pihak bank untuk memanfaatkan dana tersebut.
c.       Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
d.      Nasabah bertindak sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’)
e.       Dalam pengelolaannya dana titipan tersebut, bank mendapat keuntungan karena hakikat wadiah adalah qardh sehingga mempunyai prinsip tidak ada bonus yang diberikan kepada pemilik dana wadiah. Meski demikian, bank dapat memberikan bonus dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Rekening giro wadiah dapat bertambah dan berkurang. Dapat bertambah melalui transaksi penyetoran tunai, transfer dari tabungan maupun giro cabang lain dari bank yang sama, penerimaan cek dari nasabah bank lain yang diuangkan oleh nasabah suatu bank, dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah. Dan dapat berkurang melalui transaksi penarikan cek oleh nasabah untuk ditukar secara tunai, penarikan bilyetuntuk ditransfer ke cabang lain bank atau ke nasabah bank lain, serta potongan administrasi dan pajak tabungan.[5]

Ilustrasi Penambahan Saldo Rekening Giro Wadiah

01 Mar 20XA
Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menerima setoran tunai pembukaan giro wadiah atas nama Thariq sebesar Rp. 35.000.000.
05 Mar 20XA
Thariq menerima transfer dari BMS cabang Solo sebesar Rp. 5.000.000.
10 Mar 20XA
Thariq menerima bilyet giro dari nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) yang pernah membeli sesuatu dari Thariq seharga Rp. 15.000.000. bilyet giro tersebut dicairkan oleh Thariq ke BPS untuk dimasukkan ke rekening giro wadiah Thariq di BMS.
31 Mar 20XA
Thariq menerima bonus giro wadiah dari BMS sebesar Rp. 50.000.

Jurnal untuk transaksi diatas adalah:
Tanggal
Rekening
Debit(Rp)
Kredit(Rp)
01/03/XA
Db Kas
35.000.000


Kr Gio wadiah-Thariq

35.000.000
05/03/XA
Db RAK cabang Solo
5.000.000


Kr Giro wadiah-Thariq

5.000.000
10/03/XA
Db Giro pada bank Indonesia
15.000.000


Kr Giro wadiah-Thariq

15.000.000
31/03/XA
Db Beban bonus giro wadiah
50.000


Kr Giro wadiah-Thariq

50.000
     
Ilustrasi Pengurangan Giro Wadiah

03 Mar 20XA
Thariq menggunakan cek untuk mencairkan dana di rekening giro wadiahnya di Bank Murni Syariah (BMS) secara tunai sebesar Rp. 12.000.000.
07 Mar 20XA
Thariq menggunakan bilyet giro untuk mentransfer sejumlah dana ke nasabah giro wadiah BMS cabang Jakarta sebesar Rp. 5.000.000.
12 Mar 20XA
Thariq menggunakan bilyet giro untuk pembayaran pembelian sebuah mesin kepada nasabah giro bank lain sebesar Rp. 10.000.000.
31 Mar 20XA
Dipotong giro wadiah Thariq untuk administrasi tabungan sebesar Rp. 15,000 dan untuk pajak sebesar Rp. 10.000 (20% dari bonus giro wadiah yang diterima sebesar Rp.50.000).

Jurnal untuk transaksi di atas adalah:

Tanggal
Uraian
Debit(Rp)
Kredit(Rp)
03/04/XA
Db Giro wadiah-Thariq
12.000.000


Kr Kas

12.000.000
07/04/XA
Db Giro wadiah-Thariq
5.000.000


Kr RAK cabang Jakarta

5.000.000
12/04/XA
Db Giro wadiah-Thariq
10.000.000


Kr Giro pada Bank Indonesia

10.000.000
31/03/XA
Db Giro wadiah-Thariq
15.000


Kr Pendapatan administrasi giro wadiah

15.000

Db Giro wadiah-Thariq
10.000


Kr Titipan kas Negara-pajak giro

10.000


Ø  Giro Mudharabah
Giro mudharabah adalah salah satu alat penghimpun dana melaui produk giro yang yang menggunakan akad mudharabah.[6] Akad mudharabah adalah akad yang dilakukan antara pihak penanam dana dan pengelola dana dalam melakukan kegiatan usaha dengan pembagian penghasilan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebebelumnya.
Prinsip yang digunakan oleh giro mudharabah itu sama dengan prinsip giro wadiah tetapi yang membedakannya adalah dalam hal insentif yang diperoleh nasabah. Contohnya  dalam giro wadiah, hal insentif yang diterima berupa bonus yang bersifat sukarela yang diberikan oleh bank dengan tidak mensyaratkannya. Sedangkan hal insentif yag diterima nasabah giro mudharabah adalah bagi hasil yang telah ditentukan presentasi sebelumnya, harus dibayarkan bank sesuai dengan keuntungan bank syariah.

Ilustrasi Penerimaan Bagi Hasil Dalam Giro Mudharabah
5 Mar 20XA
Haniya adalah nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) yang menerima imbalan bagi hasil sebesar Rp. 45.000.




Jurnalnya adalah:

Tanggal
Rekening
Debit(Rp)
Kredit(Rp)
05/03/XA
Db Hak pihak ketiga atas bagi hasil
45.000


Kr Giro mudharabah-Haniya

45.000

















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Perbankan syariah dalam mendapatkan modalnya, ia melakukan penghimpunan dana dengan produk-produknya seperti tabungan, instrument giro, dan deposito. Meski hampir sama dengan perbankan konvensional, tetapi dalam mekanismenya berbeda. Pada perbankan syariah menggunakan prinsip wadiah dan mudharabah yang sesuai dengan prinsip Islam.
Produk tabungan terbagi menjadi dua, yaitu tabungan wadiah dan tabungan mudharabah. Instrumen giro terbagi menjadi dua juga, yaitu giro wadiah dan mudharabah. Sedangkan pada deposito, perbankan syariah hanya menggunakan prinsip mudharabah.
Dari sistem mudharabah itu, pihak bank akan mendapatkan keuntungan dari kegiatan usaha yang dikelolanya berdasarkan presentasi bagi hasil yang telah ditetapkan dan disetujui antara pemilik atau penyimpan dana dengan bank.    








Daftar Pustaka

Harahap, Sofyan Syafri, dkk. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: LPFE, Usakti.

Yaya, Rizal, dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.





[1]  Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hlm. 104 dan 105.
[2]Ibid, hlm. 110.
[3] Sofyan Syafri. H, dkk., Akuntansi Perbangkan syariah. Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta : LPFE. Usakti, 2004), hlm. 74.
[4] Op. Cit., hlm. 110-111.
[5] Ibid, hlm. 108
[6] Ibid, hlm. 109.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar